Penemu Teknologi 4G LTE Asli Kediri Jawa Timur
Usianya baru 36 tahun. Meski begitu, Khoirul Anwar berhasil mewujudkan mimpi membuat teori baru seperti Albert Einstein
dan Michael Faraday. Putra dusun di pelosok Kediri, Jatim, itu
menciptakan teknologi transmitter yang kini dikenal di dunia
telekomunikasi sebagai teknologi 4G.
Teknologi transmitter and receiver yang dibuatnya pada 2004 kini
digunakan secara luas di sejumlah negara dalam layanan telekomunikasi.
Dunia menyebutnya 4G LTE. Teknologi itu mulai booming
di Indonesia
setelah sejumlah operator seluler ramai-ramai meluncurkannya.
Anwar menciptakan teknologi 4G saat masih menempuh studi doktoral di
Nara Institute of Science and Technology (NAIST), Jepang. Dia merasa
gundah dengan adanya problem power pada wifi. ”Pada satu titik, ia
sangat tinggi (power-nya), kemudian rendah lagi dan tinggi lagi,”
ujarnya setelah meninggalkan panggung award.
Untuk mengatasi hal
tersebut, Anwar menggunakan algoritma Fast Fourier Transform (FFT)
berpasangan. Sebuah FFT dipasangkan dengan FFT aslinya dengan harapan
bisa menstabilkan power. Ide itu dianggap gila oleh para ahli saat dia
melakukan presentasi di Hokkaido pada 2005.
Apa yang dilakukan
Anwar dianggap tidak berguna. Sebab, apabila dua FFT dipasangkan, yang
terjadi adalah saling menghilangkan. Kemudian, dia juga dicemooh saat
presentasi di Australia.
”Tentu saya tidak sebodoh itu. Ada
teknik tertentu agar tidak saling menghilangkan. Saya tetap bersikeras
karena saya tahu ini sangat bermanfaat,” kenang pria kelahiran 22
Agustus 1978 tersebut.
Setelah dicemooh di Hokkaido, Anwar pergi
ke Amerika Serikat untuk mematenkan teknologi ciptaannya. Dia berhasil
mendapatkan hak paten dengan nama Transmitter and Receiver, ditambah
penghargaan di Negeri Paman Sam.
Tidak disangka-sangka, pada 2008
International Telecommunication Union (ITU) yang berbasis di Jenewa,
Swiss, menetapkan standar teknologi 4G untuk telekomunikasi. Rupanya,
teknologi yang dijadikan standar adalah teknologi yang dia patenkan pada
2006. ”Jadi, mana tadi orang-orang yang di Australia dan Hokkaido itu
(yang dulu meremehkan, Red)?” kelakarnya sembari tertawa.
Kemudian, pada 2010 teknologi miliknya digunakan sebagai standar
internasional untuk keperluan satelit. Karena sudah digunakan satelit,
Anwar pun yakin teknologinya bisa diterapkan untuk telekomunikasi di
bumi.
Pembuktian itu merupakan buah dari proses panjang, yang
berawal dari sebuah arit. Ya, semasa kecil, pekerjaan sehari-hari Anwar
seusai sekolah adalah ngarit (mengarit, mencari rumput untuk pakan
ternak). Anwar kecil sangat menyukai sains. Karena itu, di sela ngarit,
dia menyempatkan diri membaca buku mengenai teori Einstein dan Faraday.
Angan-angannya pun membubung tinggi. Dia ingin kelak bisa menciptakan
teori baru seperti Einstein dan Faraday. Dia pun bertekad untuk berubah
dan berupaya mengejar mimpinya. Sehingga tidak terus menjadi tukang
ngarit di tempat asalnya, Dusun Jabon, Desa Juwet, Kecamatan Kunjang,
Kabupaten Kediri.
Mimpi tersebut nyaris pupus saat ayahnya,
Sudjiarto, meninggal dunia pada 1990. Kala itu Anwar kecil baru saja
lulus SD. Dia pun kebingungan. Dia khawatir ibunya, Siti Patmi, yang dia
panggil emak, tidak punya uang untuk menyekolahkan dirinya sampai ke
perguruan tinggi.
Akhirnya, dengan tekad bulat, Anwar kecil
memberanikan diri menemui emak dan memohon untuk disekolahkan
setinggi-tingginya. Keinginan kuat Anwar meluluhkan hati sang bunda.
”Beliau bilang, ’Nak, kamu tidak usah ke sawah lagi. Kamu saya
sekolahkan setinggi-tingginya sampai tidak ada lagi sekolah yang tinggi
di dunia ini,’” ucapnya dengan nada tertahan.
Anwar lalu
bersekolah di SMPN 1 Kunjang, kemudian berhasil menembus SMAN 2 Kediri,
yang merupakan sekolah favorit. Menjadi salah satu di antara segelintir
anak desa yang bersekolah di kota membuat Anwar minder. Namun, rasa
minder itu mampu dikalahkan ketekunannya menuntut ilmu. Hasilnya, dia
menjadi juara kelas pada tahun pertama.
Saat duduk di kelas II
SMA, Anwar yang indekos di Kediri mencoba mengirit pengeluaran agar
tidak membebani sang bunda. Caranya, dia tidak sarapan sebelum berangkat
sekolah. Ternyata, peringkat dia merosot ke urutan keenam. ”Karena
tidak sarapan, setiap jam sembilan pagi kepala saya pusing,” kenangnya.
Ibu salah seorang temannya lalu menawari Anwar untuk ngenger (menumpang
tinggal) di rumahnya secara gratis. Sarapan pun terjamin dan hal itu
membuat peringkat Anwar kembali ke urutan teratas, bahkan terbaik di
sekolah. ”Saya berpesan ke murid-murid di seluruh Indonesia agartidak
mengabaikan makan pagi. Saya sudah buktikan sendiri,” tuturnya.
Anwar lalu melanjutkan studi ke Jurusan Teknik Elektro Institut
Teknologi Bandung (ITB). Dia lulus sebagai salah seorang wisudawan
terbaik ITB pada 2000. Anwar lalu berupaya mendapatkan beasiswa magister
yang ditawarkan Panasonic Jepang. Dia lulus seleksi dan memilih
universitas di Tokyo sebagai tujuan.
Rupanya, kali ini Anwar
menemui ganjalan. Dia tidak lolos seleksi yang diadakan sebuah
universitas di Tokyo plus tidak lulus ujian kemampuan bahasa Jepang.
Anwar sangat sedih dan malu saat tahu tidak lolos. Agar tidak
dipulangkan, akhirnya dia beralih ke universitas lain, yakni NAIST, yang
juga di Jepang. Dia berhasil lolos masuk NAIST dan menyelesaikan studi
magisternya selama 1,5 tahun. Dia kemudian melanjutkan studi doktoral
dan meneliti transmitter tersebut.
Saat ini Anwar menjadi asisten
profesor di Japan Advance Institute of Science and Technology. Selain
mematenkan 4G, Anwar mengembangkan teknologi itu dengan mengefisienkan
power. Karena berisiko terjadi interferensi (interaksi antargelombang)
yang bisa merusak.
Anwar terinspirasi tayangan kartun Dragon Ball
Z ketika tokoh Son Goku mengambil energi dari alam yang disatukan
menjadi bola api. Bola api tersebut bernama Genkidama. Cara itu lalu dia
coba di teknologi 4G dengan menarik energi sekitar untuk menunda
interferensi yang berada di tengah.
Teknologi 4G modifikasi
tersebut lalu dipatenkan. Begitu pula satu teknologi lain yang dia
ciptakan untuk keperluan Olimpiade Tokyo 2020. Anwar bersyukur
pemerintah Jepang begitu menghargai ilmuwan. Dia sebagai ilmuwan asing
memperoleh kemudahan untuk mendapatkan dana riset. Bahkan, untuk urusan
paten, biayanya ditanggung pemerintah Jepang.
Kemudian, Profesor
Takao Hara yang membimbingnya dalam penelitian itu juga bersikap fair.
Begitu tahu penelitian mahasiswanya menjadi standar internasional, dia
langsung menyatakan penelitian tersebut sebagai hak Anwar. ”Eighty(80)
percent for you, 20 percent for me,” ujar anak kedua dari tiga
bersaudara itu menirukan sang profesor.
Satu hal yang membuat
Anwar salut, orang Jepang begitu bangga menggunakan produk sendiri meski
jelek. Karena itu, ilmuwan Indonesia sebaiknya meniru Jepang. ”Saya
inginnya insinyur kita, jelek-jelek nggak apa-apa, asal punya kita.
Sedikit demi sedikit bisa diperbaiki,” tutur ayah empat anak tersebut.
Yang penting, prosesnya jalan terlebih dulu. Apabila sudah benar,
tinggal dipikirkan cara menyempurnakannya.”Kalau kita mau langsung bikin
yang hebat, tidak akanada. Orang pasti bermula dari tidak hebat. Yang
mudah dulu,” tegasnya. Dia yakin ilmuwan Indonesia tidak hanya genius,
namun juga kreatif dan mampu mencari terobosan.
Khusus penerapan
teknologi 4G di Indonesia, bagi Anwar tidak ada kata terlambat.
Peluangnya sangat besar dan bermanfaat bagi masyarakat. Pemerintah harus
siap; operator seluler juga harus siap. Sebagai contoh, Indonesia bisa
menerapkan e-health dengan menggunakan teknologi 4G. ”Pasien di ambulans
selama perjalanan bisa dipandu dokter yang ada di rumah sakit,”
tutupnya
sumber : jpnn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar